tulisan berjalan

Selamat Datang di blog Muhammad Waltalzi
Arriyadh Prayugo's Blog

Senin, 28 Februari 2011

Memaknai Penyakit Dengan Hal Positif


Sesungguhnya kehidupan manusia baru menjadi murni dengan hadirnya musibah dan ujian.Serta baru menjadi suci dengan adanya penyakit dan cobaan.Semua iu menjadikan kehidupan mencapai kesempurnaan dan kekuatan menjadi meningkat dan produktif.Sehingga dengan demikian, wajah kehidupan telah menunaikan tugas kehidupannya.

Sebaliknya, kehidupan yang hanya berteman kesenangan dan kemewahan.hanya bergembira diatas ranjang kenikmatan yang jauh dari berbagai rintangan dan tantangan .
Kehidupan yang demikian meupakan potret kehidupan yang lebih dekat dengan ketiadaan ( al-adam ) dan menjadi keburukan murni ketimbang eksistensi atau keberadaan ( al –wujud ) dan menjadi kebajikan murni.

Kalimat – kalimat diatas keluar dari lisan Bediuzzaman Said Nursi ketika memaknai penyakit yang dialami Nabi Ayyub a.s. Pandangan Nursi mengenai musibah atau secara khusus terhadap penyakit memang cukup unik.Secara Spesifik, Sayyid Nursi melihat penyakit yang menimpa kehidupan manusia melalui lensa positif, bukan negative.
Segala bentuk penderitaan yang ditorehkan oleh penyakit dalam kehidupan kita jika dihadapai dengan ketenangan, kesabaran dan kepasrahan, bahkan dihadapi dengan rasa syukur, maka penyakit itu pasti menjanjikan mahkota kebesaran, kemulian, keagungan dan penghormatan diatas kepala kita sebagai bentuk kasih sayang Illahi.

Sayyid Nursi akan melihat orang-orang yang tenggah menderita suatu penyakit bukan dengan tatap iba, tapi dengan tatapan bangga ; bukan dengan perasaan duka , tapi dengan perasaan suka ; bukan dengan tangisan, tapi dengan senyuman.

Jangan salah paham .Sayyid Nursi mempunyai pandangan yang unik mengenai penyakit.
Ia melihat penyakit melalui perspektif yang berbeda dengan cara kita melihatnya.

Jika kita menganggap penyakit sebagai suatu bencana dan musibah, Sayyid Nursi justru menganggapnya sebagai mahkota dan anugerah. Kalaupun kita menganggap penyakit sebagai malapetaka dan nestapa, Sayyid Nursi malah melihatnya sebagai karunia dan kasih sayang Allah swt.Bagaimana tidak dikatakan mahkota , kalau dengan perantara penyakit itu kedudukan anda menjadi sangat istimewa dialam malakut dan dihadapan Sang Pencipta ?

Dengan Penyakit yang diderita, bukan hanya dosa-dosa dan kesalahan-kesalahan kita yang dihapus oleh Allah, melainkan pahala-pahala kebajikan akan dilipat gandakan oleh-Nya , bahkan setiap detik napas kehidupan yang dilalui bersama penyakit sama nilainya dengan satu hari ibadah.Bukankah penyakit layak disebut karunia apabila bersama penyakit itu kita mampu melihat wajah kematian secara jernih, mendidik kita tentang kearifan hidup, dan membuat kita mampu memahami rahasia kehidupan ?

Dan saat kita mampu menghargai kehadiran sang waktu, saat empati social terhadap penderitaan orang lain bersemi dalam diri kita, saat kita menjadi waspada menyambut datangnya kematian, saat kita bias berkenalan secara khusus dengan misteri keagungan asma Allah Al-Hakim, saat kita terjaga segala bentuk kemaksiatan dan saat doa- doa kita menjadi mustajab bersama penyakit, bukankah pantas sekali apabila kita menyebut penyakit itu sebagai kasih sayang Allah?
Orang yang sedang ditimpa penyakit tidak perlu dicekam rasa takut selama ia mentauhidkan Allah dan menjaga shalatnya. Bahkan, meskipun di masa sehatnya ia banyak berkubang dalam dosa dan maksiat, karena Allah itu Maha Penerima taubat sebelum ruh seorang hamba sampai di kerongkongan. Dan sesungguhnya di balik sakit itu terdapat hikmah dan pelajaran bagi siapa saja yang mau memikirkan-nya, di antaranya adalah:


Sakit menjadi kebaikan bagi seorang muslim jika dia bersabar

Rasulullah shallallahu ‘alaihi wa sallam bersabda yang artinya, “Sungguh menakjubkan perkara seorang mukmin, sesungguhnya semua urusannya merupakan kebaikan, dan hal ini tidak terjadi kecuali bagi orang mukmin. Jika dia mendapat kegembiraan, maka dia bersyukur dan itu merupakan kebaikan baginya, dan jika mendapat kesusahan, maka dia bersabar dan ini merupakan kebaikan baginya.” [HR. Muslim]

Sakit akan menghapuskan dosa
Ketahuilah wahai saudaraku, penyakit merupakan sebab pengampunan atas kesalahan-kesalahan yang pernah engkau lakukan dengan hati, pendengaran, penglihatan, lisan dan dengan seluruh anggota tubuhmu. Terkadang penyakit itu juga merupakan hukuman dari dosa yang pernah dilakukan. Sebagaimana firman Allah ta’ala, “Dan apa saja musibah yang menimpamu maka adalah disebabkan oleh perbuatan tanganmu sendiri, dan Allah memaafkan sebagian besar (dari kesalahan-kesalahanmu).” [QS. asy-Syuura: 30]. Rasulullah shallallahu ‘alaihi wa sallam bersabda,”Tidaklah menimpa seorang mukmin rasa sakit yang terus menerus, kepayahan, penyakit, dan juga kesedihan, bahkan sampai kesusahan yang menyusahkannya, melainkan akan dihapuskan dengannya dosa-dosanya.” [HR. Muslim]

Sakit akan Membawa Keselamatan dari api neraka
Rasulullah shallallahu ‘alaihi wa sallam bersabda yang artinya,”Janganlah kamu mencaci maki penyakit demam, karena sesungguhnya (dengan penyakit itu) Allah akan mengahapuskan dosa-dosa anak Adam sebagaimana tungku api menghilangkan kotoran-kotoran besi.” [HR. Muslim]
Oleh karena itu, tidak boleh bagi seorang mukmin mencaci maki penyakit yang dideritanya, menggerutu, apalagi sampai berburuk sangka pada Allah dengan musibah sakit yang dideritanya. Bergembiralah wahai saudaraku, sesungguhnya Rasulullah shallallahu ‘alaihi wa sallam bersabda, “Sakit demam itu menjauhkan setiap orang mukmin dari api Neraka.” [HR. Al Bazzar]

Sakit akan mengingatkan hamba atas kelalaiannya
Wahai saudaraku, sesungguhnya di balik penyakit dan musibah akan mengembalikan seorang hamba yang tadinya jauh dari mengingat Allah agar kembali kepada-Nya. Biasanya seseorang yang dalam keadaan sehat wal ‘afiat suka tenggelam dalam perbuatan maksiat dan mengikuti hawa nafsunya, dia sibuk dengan urusan dunia dan melalaikan Rabb-nya. Oleh karena itu, jika Allah mencobanya dengan suatu penyakit atau musibah, dia baru merasakan kelemahan, kehinaan, dan ketidakmampuan di hadapan Rabb-Nya. Dia menjadi ingat atas kelalaiannya selama ini, sehingga ia kembali pada Allah dengan penyesalan dan kepasrahan diri. Allah ta’ala berfirman yang artinya, “Dan sesungguhnya Kami telah mengutus (para rasul) kepada umat-umat sebelummu, kemudian Kami siksa mereka dengan (menimpakan) kesengsaraan dan kemelaratan, supaya mereka memohon (kepada Allah) dengan tunduk merendahkan diri.” [QS. al-An’am: 42] yaitu supaya mereka mau tunduk kepada-Ku, memurnikan ibadah kepada-Ku, dan hanya mencintai-Ku, bukan mencintai selain-Ku, dengan cara taat dan pasrah kepada-Ku. (Tafsir Ibnu Jarir)

Adapun Hikmah yang dapat diambil dari cobaan penyakit menurut Zaprulkhan, M.S.I dalam bukunya “Sakit yang Menyembuhkan “ yang bertajuk merenguk Kasih Allah di balik Musibah Sakit. Antara lain yaitu ;

• Melipatgandakan Pahala dan memperpanjang usia
• Membuat kita lebih menghargai kehadiran sang waktu
• Penginggat akan ketidak adilan dunia
• Persiapan menyambut kematian
• Mendidik Kepasrahan pada Suratan Takdir
• Menatap Hikmah secara Kontradiktif
• Menghapus Kesalahan dan dosa
• Mewujudkan asma- asma Allah
• Menjaga diri dari Kemaksiatan
• Menatap Maut secara jernih
• Mengantarkan Kita Bersimpuh di hadapan Illahi
• Menjadikan kita sebagai hamba yang istimewa
• Menyebabkan doa mustajab
• Menumbuhkan Empati Sosial
• Mendidik Kearifan Hidup
• Mendekatkan kita Kepada Allah Swt
• Sebagai Pengobatan Suci.

Dari begitu banyaknya Hikmah dibalik Musibah sakit ini, apakah kita masih mau berkeluh kesah terhadap kehendak-Nya???
Bukankah Rasulullah telah menyatakan bahwa “Sesungguhnya Allah ta’ala jika mencintai suatu kaum, maka Dia akan memberi mereka cobaan” [HR. Tirmidzi, shohih].
Sungguh tidak pantas apabila kita masih protes terhadap Allah swt sedangkan penyakit itu merupakan salah satu wujud kecintaan Dzat yang maha Bijaksana ini terhadap kita.

KEEP SPIRIT..........!!!

Tidak ada komentar:

Posting Komentar

Total Tayangan Halaman

Elegant Rose - Diagonal Resize